Thursday 8 January 2015

Mama (part 8)

August 1999 ( 13 tahun ) Hari-hari terakhir di Venice.  Ich liebe dich, Lisa

“Are you ready to do this Lisa?” Isaac menyoalku, tanpa sepatah kata aku mengangguk penuh yakin.
“Then we’re going to do according to our plan okay? You understand everything right?”
“Yes”
“Alright,good. Don’t worry Lisa you’re doing the right thing” Isaac menepuk bahuku. Segalanya telah dirancang rapi, hari ini bakal menentukan masa depanku dan masa depan Mama. Aku berharap pada Tuhan agar ini adalah jalan terbaik buat kami berdua. Aku tidak mungkin meneruskan kehidupanku sebagai seorang penjenayah seperti Mama. Gelaran ‘penjenayah’ itu sangat menikam hatiku, mana mungkin aku boleh memandang Mama sebagai penjenayah setelah dia membesarkan aku dengan penuh kasih dan sayang sepanjang waktu. Mana mungkin aku gelarkan dia seorang pesalah apabila mengenangkan dialah yang memujukku saat aku sedih yang memelukku saat keliru. Mana mungkin cinta kepada seorang ibu akan terpadam seperti padamnya api apabila disimbah air. Aku genggam semangat, ini yang terbaik, ini yang terbaik.

“Mamaa!” teriakku riang.
“Yes, honey. What are you so happy about?”
“Tadaaa!” aku mengeluarkan dua tiket wayang kepada Mama.
“A movie. Seriously? You just watched them like two days ago.”
“Yeah but I want to watch with you. Come on, you’ve been to busy lately. Let’s go on a date. Just the two of us okay?” Rayuku memujuk.
“Honey I’m not sure..There’s….”
“Pleaseeee Mama pleaseee… for me?”
“There something going on right? You better confessed what you’ve done Lisa” naluri seorang ibu memang hebat.
“No! I just want to be with you. To make up things..you know…about Jacob” bohongku bagi memancing Mama.
“Ohh yeahh… what happened to that guy, huh?”
“You were right Mama . boys are worthless. Jacob left me, he went back to America. Period”
“Awwww my little baby been dumped.” Mama memelukku. Hati terasa sebak melakukan hal ini kepada Mama segera aku seka air mata.
“Alright, let’s celebrate your first heart broken story. I want to change my clothes then we’re going shopping for some clothes, buy you some really expensive dinner, then watch movies and let’s stay all night long chatting okay?”
“You’re the best Mama!”
Mana mungkin aku melupakan malam itu. Itu adalah memori terakhirku bersama Mama.Kami bergurau bersama-sama, makan bersama, menonton wayang. Mama memujukku dengan  pelbagai keletahnya.” Kami ketawa, kami bergurau senda, kami menyanyi. Hati dihimpit pilu, macam terhiris-terhiris halus. Tuhan tolong hentikan waktu, biar aku dan Mama terus berada dalam mimpi ini
“Mama, let’s go to that building!” Jariku menunjuk ke arah sebuah bangunan.
“For what?”
“Let’s go watch some stars, the sky is beautiful tonight” Hati rasa berat. Mama mengikut sahaja kemahuanku. Sepanjang perjalanan terasa langkah seperti ada beban beribu kilogram.
Kami sampai di level rooftop bangunan itu yang merupakan sebuah shopping complex yang mempunyai ruang bumbung yang terbuka untuk orang ramai untuk beristirehat. Namun malam itu kawasan itu memang sengaja dikosongkan khas buat Mama.
Aku mendakap Mama erat, Mama terkejut dengan perilakuku.
“Hey.. come on Jacob is nothing! Just forget about him already”
“Ich liebe dich Mama” ertinya I love you dalam bahasa German. Bahasa kedua setelah bahasa inggeris yang aku pelajari dari Mama
Ich liebe dich auch,Lisa” Balas Mama mendakapku lebih erat dan sesaat selepas itu di bawah langit yang penuh berbintang kami dikelilingi anggota polis yang menyerbu membuatkan Mama kaget dan terpaku.

Mama memelukku lantas mengeluarkan senjata apinya dari dalam kot.
 
“Stay away from us!” Jerit Mama. Mama begitu mempercayaiku, Mama langsung tidak mengesyaki bahawa akulah dalang di sebalik kejadian ini. 
Segera aku rampas pistol itu dari tangan Mama, Mama nyata terkesima dengan tindakan itu. Aku mengacukan pistol itu ke arah Mama.
 
“Mama please, give up. It’s over. You’ve gotta stop what you’re doing. It’s wrong” 

Mata masih mengalirkan cecair jernih, hari ini aku acukan senjata membunuh itu kepada seorang insan yang aku sayang. 

Yang aku benar-benar sayang.
 
“Lisa…you’re…you’re behind this?”
 
“Yes, I’v read your diary Mama. I understand how world have been so cruel to you but it’s time to stop. 
Mama please I don’t want you to commit any crime anymore.”
 
“Then shoot me , Lisa” 

Kata-kata itu membuatkan hatiku berdegup laju.
 
“I don’t know what these people have told you about me but they were wrong and if you choose to trust what they’ve told to you then I rather die by the hand of my beloved daughter. 
I refuse to go back where I came from. I’ve come this far I wont turn back” 

Saat ini aku merasa betapa peritnya sebuah perjalanan bernama kehidupan.
 
“Mama, please…surrender yourself. I beg of you. At one point you’ve gotta stop living like this.
 How long you going to keep this up? Mama you’ve gotta stop”

 Mama tidak membalas kata-kataku malah dia menghampiri aku sehingga dahinya betul-betul mencecah muncung pistol yang aku pegang. Perlahan aku mendengar Mama berbisik
 
 
“Those years I spent with you was the best days of my life”
 
“The day I met you, is the best fate written for me”
 
“All those memories we shared together was the most expensive property I ever had”
 
“If life is something that can be reversible, I wanted you as my real daughter”
 
“If I can start all over again I still want to be your mother and if the day I met you is repeated I’m going to kidnap you anyway. I have no regrets”
 
Hati benar-benar rasa sayu. Tanganku mengigil-gigil,

 Mama masih lagi tidak berganjak manakala Inspector Isaac masih belum memberi sebarang arahan kepada unitnya.
 
“Ma..ma…” Mama masih tersenyum memandangku.
 
“Ich liebe diech Lisa” 
 
“Good bye my love, farewell” dan detik itu adalah kali terakhir aku melihat senyuman Mama , mendengar suaranya buat kali terakhir dan Mama langsung terjun dari bangunan dan terus acup tenggelam ke dalam lautan Adriatic. Inspector Isaac menjerit mengarahkan unitnya turun ke dalam dasar laut mencari Mama dan aku rebah pengsan ke bumi kerana begitu terkejut dengan tindakan drastik Mama yang sehingga hari ini masih menjadi igauan.

 

No comments:

Post a Comment